Only Personal Web Blog

Posted by Unknown on 11:46 AM with No comments

AKU DATANG

mata ini masih sembab
dan bibir pun berdekapan erat
ketika dulu aku pergi
menggenggam galau dan mengusap-usap goresan luka
keluar dari tanah-tanah ku yang terkoyak
menebarkan benci rindu dan cinta kasih
hingga terhuyung-huyung diangkasa
dan bergelantungan di langit mendung kelabu.
kini aku datang bersama angin yang menerbangkan daun-daun menghampiri harap dan lelahnya angan-angan dari waktu ke waktu kulemparkan benci pada hamparan semak belukar kugantungkan rindu pada lengan-lengan meranti hingga yang tinggal hanya cinta kasih dalam cawan ingin ku tuangkan di kehadapan mu :
cium dan peluk lah aku .....................
walaupun masih berselimut debu.

PILAR PILAR CINTA MASA LALU

pilar pilar cinta masa lalu
pada musim bunga dan nyanyian kasih-rindu
tak ada luka harus terpatri di jejeran pualam
yang melingkar diantara setiap pilar
di taman penuh bunga warna-warni
luka itu hanya untuk kumbang dan kupu-kupu
atau musnah di tebaran angin.
pilar pilar menyangga rahasia : cinta tanpa luka ?


BUKU KECIL KESEKIAN
kepada Diary ku

lumat sudah cerita hari-hari kemarin
dengan tanda titik-titik dari tintah warna merah
hari ini pada tanggal dua juni sembilan-sembilan.
pesan ku :
“ simpan segalanya rapat-rapat “
dari anak-anak ku dan istriku.

LUKA BENALU
dibalut lumut dan di kerumuni semut-semut haru biru tangisan angin yang tiba membawa kisah duka nestapa gejolak waktu yang selalu musnah terbakar api ...
dan luka tetap lah luka.


MENATAP MATA BAPAK

begitu dalam badai amarah
aku tersesat dalam pencarian cinta dan kasihmu
hingga mataku pun terduduk
dalam pelukan rindu ku yang ku kulum sendiri
Bapak,
aku anak mu dan masih anak mu
jangan biarkan kan aku terpuruk di nisan mu.


SENYUM PELACUR TUA

kegelisah ada di karangan bunga warna-warni
dan nama mu tertulis di tengah nya
masih tampak indah dan jelas dimata
senyum mu terakhir kali
ternyata adalah untuk mu sendiri.


LAMPU LAMPU DI SEPANJANG JALAN PROTOKOL

malam yang kaupeluk bersama kunang-kunang dan kupu-kupu kecil
adalah lukisan diri masa remajaku
yang menari-nari menggoda bulan dan bintang-bintang
tak peduli hujan tak peduli angin
selalu menerobos di kegelapan malam
dunia ini memang gelap :
bukan ?


SAJAK USANG ANAK ANAK NELAYAN

sebab laut ku warnai warni disaat siang hari pada musim kemarau
diapun seperti kelelahan menari sepanjang abad
pada ku berlabuh peluh dan tawa kelakar di sisimu
hingga kita tersangkut di temali renggek
yang menggelepar-gelepar terangkat kepermukaan ombak-ombak tarianmu
pagi hingga saat bergelayut lukisan senja
aku ingin menari bersamamu
malam hingga saat mentari menguak kan jagat
aku terkapar dalam heningnya penantian mu
dan bintang-bintang
dan camar-camar
adalah cerita usang bagi anak-anak seperti aku
sebab laut ku warna warna disaat siang hari pada musim kemarau
pada ku telah berlabuh rindu sekian tahun.


TANGISAN YANG MEMECAHKAN MALAM

anak pertama :
entah permata atau kerikil botel
yang menari-nari di mataku
mengisi angan-angan sepanjang malam
misteri lukisan abstrak
misteri untaian sajak
hingga pedih telinga ku
......... ahk ... padahal wajah mungil mu begitu lembut
......... ahk ... padahal mata mu begitu bulat dan indah
terimakasih Tuhan ... saat ini baru aku temukan nama :
pada gadis kecil ku yang lahir pada malam musim kemarau panjang.
anak kedua :
dari mana kah datang nya angin ?
yang membawa serpihan embun
seperti memoles kulit wajah ku
seperti berusaha menghilang kan kantuk ku ?
padahal aku begitu lelah
karena gelisah ini masih terus meronta-ronta di dada ku
-- sesak !
ahk, dia seperti menyeringai dan mengejek ku ---
" .... hem ! ... baru saja hadir, kau sudah berani mempermainkan Bapak ! "
.... terimakasih Tuhan ... ternyata dia seperti aku
akan ku beri nama apa pada bujang belia ku ini ?


KURSI MALAS DI TERAS DEPAN RUMAH

baru semalam aku tiba-tiba saja berfikir
untuk menghitung waktu-waktu usia persahabatan kita
yang seperti menempel pada urat-urat tubuh lentur mu
yang ditimpa sisa-sisa bekas keringat ku
juga jamur-jamur dari airmata anak-anak ku.
entah apa yang harus aku lakukan kepada setiap ayunan lembut kesetiaan mu ?
walaupun akhirnya engkau hanyalah sebuah kumpulan rajutan rotan
yang selalu tak ingin aku buang ...
berharap lah saja hingga bukan aku yang melakukan nya,
tidak juga istri dan anak-anak ku ...
nanti.


KONSER PANJANG OLEH HUJAN DI SENJA HARI
: kerinduan ku kepada Nanang.

pukul enam sore
ketika hujan merobek-robek lukisan senja
yang akhirnya lelah
berbutir-butir bening sisa gerimis jatuh di jalan beraspal
-- hujan melukis dimana saja
-- hujan melukis apa saja
irama musik dimainkan oleh beribu-ribu fenomena seisi alam
sementara aku masih mencari pada setiap lampu-lampu jalan yang mulai menyala.
hujan
jalan yang beraspal
debu yang di lumat habis
lukisan senja yang terobek-robek
dan lampu-lampu jalan :
--
adalah rindu ku yang mengental.


KONSERTO BULUH PERINDU

akhirnya tenggelam sudah
bersama buluh perindu
kedalam muara air hatimu kesal
merongga pada lambung tanah
terbenam dalam misteri pencarian cerita-cerita hari nanti
pengantar tidur balita-balita mungil.


SEPERTI ADA YANG MEMANGGIL NAMA KU

bagai kilat memecah langit
dan berlari bersama angin
pekik mu menggema di gua telinga ku
begitu dalam
begitu bermakna
hingga aku terdiam
hati pun mencari
walau mata ku buta karena mu
mungkin nanti
telingaku pun akan tuli
pekik mu mengakar begitu rapat di telingaku
menerobos kesegala arah
aku mendengar nya begitu jelas,
tapi dimana engkau kini ?


SAJAK MUSLIKAH
-- buat guru sastra ku

ada melati menggunung dalam cawan tangan ku yang gemetar
mereka ingin tidur dan mimpi bersama mu
diatas tanah subur sisa ladang mu yang luas rimbun alang-alang
menebarkan harum sepanjang tidur dan mimpi-mimpimu.
ingatkah tentang Galunggung yang gemuruhnya pecah membahana ?
melemparkan lumpur-lumpur basah dan bernanah ?
menutup habis bedeng-bedeng sawah
hingga semua kembali mengawali perjalanan baru
merenda luka amarah tangis dan rindu dalam lembaran harapan hari esok
tak pernah jelas ada kepastian
tak pernah tidur dalam bayang-bayang mimpi
hingga tangis tetaplah tangis
hingga rindu tetaplah rindu
bu ... bukankah airmata tak mampu menutupi luka ?
dan begitu juga kami yang dibalik bayang-bayang tubuh kami sendiri
di belakang lilin yang redup di tiup angin
dan tubuhnya perlahan musnah di telan api
bu ... masih adakah lagi lilin-lilin yang lain buat kami ?
atau biarkan hingga zaman di rendam air ... ?


SAJAK KAWAN TELANJANG

yang tak hendak aku buang, tentang :
tak pernah ada rupa
dan tak pernah kudengar tawa
dari wajahmu yang kumimpikan lembut
dari tanganmu yang kuinginkan lentik
kecuali katakata rapih tersusun dalam setiap suratmu
berebut tempat di kabur mataku
hingga menggumpalkan darah di fikiran ku.
usai nanti hari berganti
musim bergulir pada matahari pada bulan
dan bintang-bintang pun menari
diatas gersang tandus tanahku yang sepi.
aku mengeja kata-katamu lagi
dan menulisnya kembali pada bayang-bayang tubuh kurusku
tersusun diatas gersang tandus tanahku yang sepi
berharap tenggelam di kubangan lumpur dari hujan musim semi
yang menjilati sepi :
-- begitu bila aku ingin melihatmu tersenyum
-- begitu bila aku ingin mendengar tawamu


MATA AIR DARAH

mengapa kau begitu bernafsu
menarikan jari-jemari didalam gua-gua batinku
dan meraba seluruh lekuk tubuh sunyiku
padahal birahi telah usai menggelegak
sesingkat waktu terbaca di detak-detik arloji tua mu.
apakah ada dendam yang kausisakan
pada luka hati wanita yang lain ?
hingga kini hendak kau tanamkan
di hamparan tanah tandus dan ilalang yang terbakar ?
dan benih-benih pun menyapa pada sekumpulan gelatik
yang terbang melintasi ilalang :
dari mata di belakang paruhnya,
ada mata air :
berdarah ......
lihat lah !
MATA AIR DARAH


DI EMPAT SUDUT MERAH PUTIH
ketika “ Bung Tomo “

sejuta bunga memeluk embun
dari sisa tetes airmata kesah mu
hingga larut dalam urat pada akar
sampai nanti ada tunas baru yang tumbuh
diatas tanah mu yang meronta.
angin-angin seperti ingin berbisik
pada kami yang mencari gaib mu bersembunyi
tapi angin malu atau takut
hingga misteri pun tetap lelap
atau pecah di pundak debu ?
dan mereka jatuh terkapar satu persatu
diatas tanah mu yang meronta.
lihat lah tanah mu kini
yang menggelepar di dongkel nafsu
yang terisak rindu usap tangan mu
hingga kami ilalang menjerit
serak keluar kan pekik
“ MERDEKA “
atau bila terjaga di depan mata dan lebur dalam
“ ALLAHU AKBAR “ mu
kami telah jadi ilalang diatas tanah mu yang meronta.


PADA DAUN BAMBU LUKA BERADU
ketika “ Cut Nyak Dien “

doa mu serupa tangisan jangkrik pada malam yang di tebas hujan mengerang karena luka begitu dalam dan sehembusan naluri pun dicacah api.
ada luka mengawang hingga bergelayut pada daun-daun bambu
meninggalkan jasad-jasad syahid yang menghela pada luka pada rindu perang
dan suara mu pun meredam di dinding-dinding tebing
mereka berlari sujud pada syahid mu :
yang kini di injak lagi !


NEKROLOGI
ketika “ Ibadah Semak Semak “

biarkan biru legam dan malam sertakan aku tuntaskan gelap senyap nya aku ingin tenggelam dan larut begitu dalam maka biarkan menjadi umpan sekumpulan saluang sahang.
sepertinya kalian berada mengelilingiku
aku api unggun yang mulai padam
maka biarkan aku terbakar hingga jadi abu diatas tanah ku yang tertidur.


DIBAWAH KUBAH SINAR LAMPU MONUMEN NASIONAL

terakhir kali sebelum tiba tengah malam
dia bertanya :
" aku dilahirkan sebagai hamba Mu , apakah kini aku bisa di terima sebagai hamba Mu ? "
" aku anak tanah negeri ini , apakah nanti tanah negeri ini akan memelukku ? "
hingga tiba tengah malam
tak juga usai lelah penantian nya
entah akan jawaban
atau sekedar sapa pinggiran
tak satupun yang berkenan
kecuali angin malam
yang menaburkan debu
dari tubuh-tubuh gagah gedung-gedung bertingkat
dari jalan-jalan mewah berselimut aspal
hingga bertebaran di bawah kubah sinar lampu-lampu
alam pandang mengabut
menutup pada luka-luka lama
-- melahirkan kulit belia
menutup pada luka-luka baru
-- beradu dengan darah
dan darah pun berlumpur debu
: tubuh telah menjadi kubangan
dan saat tiba menjelang fajar
debu,
semakin tak dilihat
-- apalagi di jawab.



DENGAN LEHER , KU TARIK PEDATI

entah apa beban yang kubawa
ditutup selimut karung goni
begitu berat dan sangat sarat
tidak basah
tidak juga harum
kecuali berat
kecuali sarat
untunglah roda sangat bersahabat
mendorong maju langkah ku perlahan
untunglah tali sangat bersahabat
begitu lembut dan seperti enggan mengikat
: tapi aku tetap tercekik
: tapi aku tetap tergopoh-gopoh
: tapi aku harus tetap jalan !
bagaimana ini ?
atau
tolong dong ambilkan pedang !
tebas leher ku sekali !
dan putuskan !


DINDA KU MENATAP LANGIT

hati nya telah terjaga
mata asa yang lelap
kini menatap langit
walau sejenak
tapi enggan untuk tidur kembali.
ada yang telah dia tangkap
dan disimpan erat dalam genggaman hati
sebuah siluet atau apakah gerangan ?
dia tak ingin bicara
“ nanti akan banyak dusta ! “
begitu katanya.
Dinda ku menatap langit
dengan dua bola matanya yang indah
dan seluas hatinya yang belia
mata asa semakin terkoyak-koyak.


SERENADE
DAN HATI KITA PUN SEMAKIN JAUH

dan hati kita pun semakin jauh,bagai mentari senja dan tebing karang
berpisah di antara jarak waktu,
waktu ku waktu mu
dan lihatlah
sebentar lagi tiba
berganti gelap malam
hidup di berselimut dingin dan sunyi senyap.


MEREKA YANG DI BAWAH TUNGKU

dini hari mereka bangun kan jagat alam
bagi siapa yang di bawah tungku
bergelut di kubangan abu dan debu
mereka menghamparkan mimpi dan amarah pada api yang meluluh lantak kan kayu hingga akhirnya akan jadi sebagian dari mereka dan semakin akan bertambah banyak yang di bawah tungku.
dini hari mereka di bangun kan jagat alam
bagi siapa penghuni negeri Astina
tak ada lagi Pandawa
kecuali Kunti yang melahirkan Kurawa.


YANG TAK INGIN KEMBALI

wajahmu yang kian melembut
dibiarkan begitu saja
dinikmati angin malam yang mengusapkan embun disetiap sudut kulit muka mu hingga separuh malam nikmat melukiskan mu pada langit diantara bintang gemintang.
ada pancaran indah bagai mutiara didalam perut kali yang gelap menampak kan bias sisa tetes airmatamu yang perlahan berenang pasrah diatas pusaran air hingga jeram pun menyesatkan serpihan tanyamu pada aku dan kini engkau yang tak ingin kembali.


SAJAK DJULFAH

bila malam tiba dan anginpun berpusara di lubuk hati belantara yang beku kunikmati kabut putihmu yang menutupi dusta pepohonan hingga unggas-unggas malampun kian lelah berputar-putar hening ini adalah diam mu yang dulu.
aku yang ingin begitu saja terlelap tanpa sebab
didalam benjimu yang kuinginkan hangat
biar dapat aku rasakan seluruh irama ayunan langkah kaki mu
yang mengguncangkan setiap angan-angan ku
hingga akhirnya kau hempaskan begitu saja
di antar semak belukar
diatas kokohnya akar-akar tua yang terkapar
dan aku tetap saja tertidur pulas menikmati irama ayunan langkah kaki mu yang tersimpan dalam memori disetiap serat-serat otak ku.


PENANTIAN TANPA AKHIR (2)

mungkin bagimu aku hanyalah sebuah sampan
yang hilang arah dalam lautan teduh rindu akan pencarian cinta ku sendiri
karenamu, yang selalu berlayar dan tak ingin menepi
walaupun sesekali aku lihat daratan sunyi
yang melambaikan tangan menyapa sepi ku
bermain dan menari dalam mimpi kelam dibawah bulan yang menyusup di balik
mendung kelabu
ketika saat hendak berhenti
atau sebab lelah dan ingin berlabuh
aku pun urung begitu saja
karena merasa :
betapa hidupku nanti
pasti akan sangat sepi sekali
dalam penantian
dalam angan-angan
maka biarlah aku akan tetap mengarungi lautan teduhku sendiri
maka biarlah aku akan tetap bermain dan menari dengan pencarian cinta ku
sendiri
hidup dan matinya cinta ku
adalah sebuah fenomena
pencarian dan penantian ku
adalah sebuah fatamorgana
maka aku akan tetap begini
tak lebih dari sebuah sampan (bagimu ?)
atau bagi ku :
serupa bangkai tenggiri yang mengapung di samudra cinta ku.


SELAT MAKASSAR (3)

senja jingga
menghantar pulang camar-camar
yang membawa lepas rindu
dalam tidur panjang para syuhada
dan mungkin juga akan terlepas lelap diatas nyanyian riakmu
yang kudengarkan merdu
walau sepintas tampak bagaikan sekumpulan jerami
atau perdu ?
diatas belukar tarian para punggawa …
Aku masih dapat mendengarkan nyanyian Mu
yang mengiang irama panjang dan begitu dalam
merobek di gerbang telinga dan menikam hati keruh Ku.


JANGAN PETIK BUNGA KU

mungkin , separuh waktu mu sudah lewat
dan digantung di dinding-dinding sunyi
potret-potret tua hitam putih dalam bingkai
di latar belakangi warna kusam
tapi, potret-potret itu
maya
mengikuti kemana saja engkau pergi
seperti ibu yang melahirkan dan yang mendengar tangis pertamamu
adalah bayang-bayang mu sendiri.
kini, kuncup-kuncup itu harus mekar
menatap langit
dan tak sembunyi lagi dari hujan
dan tak malu lagi pada matahari
debu ?
memang akan terlelap dikelopakmu
embun ?
memang akan mampir sejenak
kumbang dan kupu-kupu ?
mereka memang dayang-dayangmu
kecuali angin
kecuali angin
kecuali angin
yang mulanya membelai
hingga akhirnya meluruhkan mu.

MELIPAT LELAP MIMPI PANJANG
wafat Sang Romo

singkat dan sangat cepat
mungkin hampir tanpa sakit mu
yang begitu lirih mengawang pada sisi cahaya siang itu
hingga begitu redup
dan hujan seperti enggan turun ke bumi
usai sudah coretan mu dan kau lipat lelap dalam mimpi panjangmu:
pada bunga-bunga yang hampir tumbuh di tepi kali mu
pada bunga-bunga yang melukis di dinding-dinding gubuk mu
dan tak ingin kau lepas kan lagi.


AKU MENYAPA DARI SEBERANG JALAN (2)

aku pun bangkit melukis gairah sisi lingkar merah membara ke seluruh sudut tubuhmu hingga disetiap lekuknya :
“ luruh dahagaku ! “ menyisir rongga-rongga sepi mu meraup butiran birahi semusim yang tersisa ...
kita berdua
dan tetap bersama
meniti di setiap jengkal lidah pahit mereka
menari di setiap sudut bening sinis mereka
lebur ku pun peduli
bersama waktu kala dulu
kini aku menyapamu lagi,
dari seberang jalan,
dan tetaplah tetap kita bersama.


PELATARAN PARKIR BENA KUTAI SUATU KETIKA
wah, banyak kurcaci baru !

aku Putri kalian
berbalut perdu warna putih
kisi remang-remang
dan, ku lihat pantulan cermin
molek ku di mata mu
dan, ku lihat gelegak
hewani ku di rongga mulut mu
kemarilah kurcaci
bukan kah aku bak Cinderella ?
memantul dimata mu ?
menggelegak di rongga mulut mu ?
atau usai sudah
kenangan masa kecil mu dulu ?


SEPASANG CINCIN KAWIN

sepasang cincin kawin
suasa, tanpa mata
dan tubuhnya begitu dingin,
cahayanya terasa indah dan teduh.
begitulah cincin kawin
begitu pula cinta kasih dan amarah
kami:
aku dan istriku.



ANYELIR DAN MELATI
anyelir menari di ayunan angin
menebar harum nya yang secuil berkeringat
dan nyangkut di rongga hidungku
melukiskan warna-warni
menempel di kaca bening mataku
anyelir
putri ku
merpati mengepak kan sayap ringkih nya
begitu belia dan tampak lemah
perlahan mendekat
dan ingin nya aku membelai
serta mengusap-usap paruhnya
begitu manja
selalu begitu
dan seperti enggan terbang menjauh
merpati
putra ku



BERSAMA AFRIZAL
kami terbang bersama kipas angin

masih ku ingat
dan begitu jelas
dengan segentong kopi
kata istriku
dan dua bungkus Marlboro
sisa jatah akhir minggu
saat itu malam
gerimis masih sibuk berkutat dengan pucuk-pucuk daun
begitu dingin dan diteras sinar lampu begitu lelah
hingga yang kurasakan adalah raga teridur diatas beludru warna-warni
tapi, otot-otot otak ku saling membelit-belitkan dilembar-lembar mimpi-mimpimu itu
kenapa aku begitu ingin terbang dan melambung-mengawang di lukisan mu ? kenapa aku begitu ingin menarikan terjemahan tangan mu ?
( sampai pada saat ini aku tak bisa menjawab )
karena dada ku sesak oleh tawa ku sendiri
karena bibirku selalu ditarik senyum ku sendiri

kapan kau hentikan ?

dan bila kita mendarat ?
diatas landasan lapang dada-dada yang ditepuk ?
atau terjerembab ke dijantung samudra luas pun aku tak peduli !
atau biarkan saja
kita tetap mengawang
diatas tatapan kaget mereka balita yang belajar berjalan
dan kita akan menggiring sunyi pada mereka
atau mungkin lebih baik begini,
daripada tetap diam dan mendengarkan segala tanya
tanpa inginkan jawaban
atau tetap saja seperti kata mu :

Malam seperti tanaman yang tak henti-hentinya mengungsi dari tubuhku. Pembunuh rumah berjalan, tak henti-hentinya menjatuhkan gumpalan-gumpalan tanah dari telapak tangannya.

tetap lah kita terbang
dan mengawang-awang.


AIRMATA SEPANJANG JALAN

aku merapatkan tubuh dan memeluk mu dalam-dalam didinding dada lelah itu ingin ku dengar detak ketukan jantung mu yang melemah bagai kaki-kaki yang menyeret sunyi yang merintih diatas jalan lembab setelah hujan reda mereka mengetukan luka dan airmata menggesekkan nya keseluruh penjuru lorong-lorong nadi ku luka yang disimpan sunyi sunyi yang menyimpan airmata.
bila aku ingin menagih janji masa kecil ku
tentang nyanyian padi dan daun-daun nyiur
yang membahana dalam gemah ripah mu
semakin aku tak ingin, tenggelam dalam duka yang berkepanjangan tapi, aku juga tak akan berlari :
hingga disetiap jalan ku basah tetes airmata.


SURAT KEPADA SAUDARA TERKASIH

adik ku
remaja dulu aku begitu iri
memandang elok rambutmu yang panjang
yang berderaian bagai semburat jingga yang pecah ditangan-tangan angin
dan kilaunya nya serupa ombak pantai yang tenang di sapu purnama keperakan
adik ku
masa itu telah lewat
iri telah menjadikan rindu yang berkepanjangan
membawa ku datang dan menggandeng ingin ku membelai rambut mu
yang terlewatkan ketika kita remaja dulu


MANDI BUNGA RAMPAI

tanah ku mandi bunga rampai :
tanah ku adalah ibu yang hamil seribu rupa tanpa wajah
dari tangan-tangan yang melemparkan benih-benih suci ke segala arah
diatas tanahku kecipaknya jatuh dan berirama merdu
hingga nanti
orok-orok itu pun kan menangis
membelah sunyi rahim yang lelah
betapa merdu tangisan itu


HYME SYUKUR

telapak kaki ku meratap
pada tubuh-tubuh tanah yang basah luka baru
menanyakan seribu dua musim yang terjadi
yang baru saja lewat bersama angin cinta kasih dan rindu dendam
dari kepekaan hati
dari kepekaan nurani
yang terinjak-injak.
dan lihat lah kemari :
darah-darah itu memeluk rapat pada setiap bidang telapak kaki ku
mereka tak menangis
walau bercerita tentang kepedihan
diatas Tanah Mu pusaka
dipelukan Mu merdeka
dan
telapak kaki ku
diam dalam ratapan nya.


JUNJUNG BUIH

Ibu ...
aku terkapar dalam buaian tangan-tangan halus mu
berayun-ayun ditepi pantai yang sunyi
yang melempar dan menarik ku
dari punggung samudera hingga ke bibir pantai
begitu samar bayang mu
begitu merdu tembang mu
dan aku pun tertidur dalam pelukan JUNJUNG BUIH .



BUNGA BULAN JULI
buat Nanang Suryadi

bunga yang mekar bulan juli :
dikecup mentari pagi
masih dalam usapan embun malam
diselimuti debu kesunyian
masih dalam pelukan angin
menimang kumbang
membelai kupu-kupu
dalam satu waktu
di bulan juli :
-)
... selamat ulang tahun
... semoga panjang umur
... semoga senantiasa dalam bimbingan Allah ... Nanang ...
-)



FIRDAUS KITA

telah hadir jiwa yang menebarkan harum
mengisi ruang-ruang hatiku
membawa sunyi ku jauh menenggelam
diantara ribuan bunga dan aroma dari pepohonan
tempat hati diam merenung dan menarikan kesunyian
di sebuah taman tanpa altar
firdaus hati ku
aku kecup dan kucintai kesunyian mu setulus hati ku
akan kubawa menari berputar-putar
bersama ribuan kenari
diantara ribuan bunga warna-warni
di sebuah taman tanpa altar
firdaus hati kita
kini
semakin teduh.


SKETSA PERUPA

wajah meremang menenggelamkan malam
di baki kesunyian yang panjang tak ber air
jemari renta yang menggelepar merautkan siluet-siluet
di atas tubuh pada lingkar jalannya waktu yang tak ber angin
“ reinkarnasi ! “
begitu kata mu
pada kerikil
pada meranti
dan kau biaskan di celah-celah angin.





0 comments:

Post a Comment

Thank you for wishing to visit the blog, you comment useful to me to be better...

Popular Posts

Recent Posts

Copyright © W3lc0m3 t0 My W0rd | Powered by Blogger
Design by Carolina Nymark | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com